Belenggu Mistik di Desa Temengeng, Saat Klaim "Bantuan Gaib" Dukun Menghalangi Kesembuhan Medis ODGJ

praktek perdukunan sesat pikir cacat logika yang mengganggu tugas sosial

SAMBONG – Di balik rimbunnya hutan jati dan ketenangan Desa Temengeng, tersimpan sebuah ironi kemanusiaan yang menyesakkan dada. Mawadah Rahmawati, seorang perempuan penyandang gelar akademik S2, kini harus terjebak dalam pusaran delusi berat. Namun, musuh terbesar petugas sosial di lapangan bukanlah gangguan jiwa yang diderita Mawadah, melainkan "tembok mistik" yang dibangun oleh pihak keluarga dan oknum yang dianggap "orang pintar".

Klaim Gaib yang Menyesatkan 

Pelarian Mawadah dari Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental (RPSDM) Muria Jaya Kudus beberapa waktu lalu, oleh seorang dukun lokal diklaim sebagai hasil dari bantuan kekuatan supranatural. Narasi ini ditelan mentah-mentah oleh ibu kandung Mawadah. Sang dukun bahkan mengancam akan lepas tangan jika keluarga tidak menarik Mawadah pulang dari perawatan medis.

"Ini adalah sebuah ironi. Di saat negara berupaya memulihkan kondisi psikis pasien dengan sains dan psikiatri, ada pihak-pihak yang justru memelihara penyakit tersebut dengan narasi takhayul," ujar petugas Kemensos RI wilayah Sambong, Heri Ireng.

Penyangkalan yang Berbahaya 

Stigma bahwa "berkumpul dengan orang gila akan membuat gila" menjadi senjata keluarga untuk menolak rehabilitasi. Padahal, secara klinis, Mawadah telah berkali-kali didiagnosa oleh RSJ menderita gangguan jiwa berat dengan kecenderungan agresif. Penyangkalan (denial) keluarga ini tidak hanya menghambat kesembuhan Mawadah, tetapi juga menciptakan pembiaran terhadap perilaku berbahaya.

Anak Balita, Korban di Balik Ego dan Mistik 

Yang paling menyedihkan dari drama mistik ini adalah nasib anak balita Mawadah yang baru berusia 2 tahun 4 bulan. Dalam kondisi delusinya, Mawadah sering membawa anaknya hidup nomaden (menggelandang) hingga ke luar kota, bahkan menganggap anaknya sebagai objek eksperimen medis.

Ironisnya, sang nenek (ibu Mawadah) seolah menutup mata terhadap keselamatan cucunya. Ia lebih takut pada ancaman "lepas tangan" sang dukun daripada ancaman nyawa cucunya sendiri yang diajak lari ibunya sambil membawa besi cor runcing.

"Kami melihat ada ego keluarga yang dibalut mistisisme. Mereka tega membiarkan cucunya dalam bahaya fisik dan psikis hanya demi mengikuti instruksi orang pintar yang tidak berdasar secara medis," tambah petugas.

Pesan untuk Masyarakat 

Tindakan tegas petugas dalam mengembalikan Mawadah ke panti rehabilitasi bukan sekadar menjalankan tugas administratif, melainkan sebuah misi penyelamatan nyawa. Masyarakat harus mulai sadar bahwa gangguan jiwa adalah masalah medis yang butuh obat, bukan jampi-jampi. Mempercayakan kesembuhan pada dukun sambil mengabaikan perlindungan terhadap anak balita adalah bentuk penelantaran yang bisa berujung pada konsekuensi hukum.